Minggu, 17 April 2016

Makalah Pembangunan Berbasis Masyarakat FASILITATOR


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
      Teknik fasilitasi merupakan ketrampilan dasar yang harus dikuasai oleh seorang fasilitator atau pendamping masyarakat. Pada saat ini kebutuhan terhadap fasilitator yang mampu memfasilitasi masyarakat dan membangun kolaborasi multi-pihak menjadi sangat penting
. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya  kebijakan  yang mendorong tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam mengelola berbagai sumberdaya alam, salah satu contohnya tentang hutan, seperti munculnya kebijakan Kehutanan Masyarakat (HKm), Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat dan Pola Kemitraan. Sedangkan disisi lain, adanya kebijakan desentralisasi telah menyebabkan semakin banyaknya pihak yang merasa berkepentingan  terhadap sumberdaya alam serta kawasannya. Disinilah peran fasilitator yang handal diperlukan untuk menjembatani berbagai kepentingan, baik kepentingan masyarakat maupun pihak lain, demi tercapainya pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan.
       Masalah yang dihadapi oleh fasilitator antara lain kurangnya ketrampilan dalam memfasilitasi  proses baik di tingkat masyarakat maupun proses multi-pihak dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini menyebabkan persoalan menjadi tidak tuntas untuk diselesaikan dan berujung dengan gagalnya menciptakan kesepakatan untuk membangun  maupun mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan. Apabila hal ini dibiarkan maka hal tersebut  justru akan menimbulkan kesalahpahaman bahkan rasa saling tidak percaya antar berbagai pihak yang bekepentingan, dan mengakibatkan timbulnya konflik yang berlarut-larut.
       Oleh karena itu, penguasaan ketrampilan teknik fasilitasi menjadi sangat diperlukan, agar masalah-masalah yang menyebabkan konflik dapat diminimalisir bahkan dihindari dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut Lembaga Alam Tropika  Indonesia (LATIN) sebagai lembaga yang mempunyai pengalaman panjang dalam kegiatan maupun proses  fasilitasi dengan masyarakat dan berbagai pihak   meyelenggarakan  Pelatihan Teknik Fasilitasi dan Perencanaan Sumberdaya Alam Berbasis Komunitas.


1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa pengertian dari fasilitator?
2. Apa jenis-jenis dari fasilitator?
3. Apa hubungan dengan kegiatan pendampingan?
4. Apa tanggung jawab dari fasilitator?
5. Apa peran dan fungsi dari fasilitator?

1.3 Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui definisi dari fasilitator
2. Mengetahui jenis-jenis fasilitator
3. Mengenal kegiatan pendampingan
4. Mengetahui tanggung jawab dari fasilitator
5. Peran dan fungsi fasilitator


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menjadi fasilitator bukan sebuah pekerjaan yang ringan. Apalagi jika fasilitator yang dimaksudkan adalah fasilitator yang  mencoba mengajak komunitas dampingannya untuk mencapai kesadaran kritis atas kondisi yang dialami oleh komunitas dampingan. Dibutuhkan kemauan dan kemampuan dari fasilitator untuk terlebih dahulu “mendidik dirinya sendiri” memahami realitas sosial yang sedang dialaminya pada umumnya serta realitas sosial komunitas dampingannya pada khususnya. Hal diatas bukan untuk menakuti para fasilitator yang ingin terjun dalam pendampingan, semata-mata ditujukan untuk memberikan gambaran betapa “mulianya” peran dari fasilitator dalam mengajak komunitas dampingannya meletakkan kesadaran diri individu dalam komunitas atas realitas sosial yang sebenarnya dihadapi. Untuk mencapai peran di atas, ada beberapa hal yang harus dipahami oleh seorang fasilitator sebelum terjun langsung dalam sebuah komunitas.
Sering kita jumpai, di dalam sebuah forum resmi, pejabat setempat atau orang yang dianggap paling berpengaruh di pertemuaan itu menjadi pembicara di depan atau mendominasi pembicaraan dan seringkali seluruh orang yang hadir di hadapannya hanya mendengar. Sementara dalam pertemuan non formal (rembug warga, arisan, gotong royong, dsb), suasana perbincangan menjadi sangat hangat dan hampir semua orang terlibat dalam pembicaraan/diskusi.
Begitu pula dalam perkumpulan Posyandu, para ibu yang membawa balita untuk ditimbang dan di periksa oleh petugas PUSKESMAS, terlibat berbagai perbicangan mengenai berbagai penyakit yang muai diderita warga dikarenakan sulitnya air bersih dan ketiadaan sarana sanitasi yang memadai dilingkungannya. Tetapi ketika petugas PUSKESMAS menyampaikan penyuluhan kesehatan yang terkait dengan penyakit yang menimpa anak-anak dan balita, semua ibu itu kembali hanya menjadi pendengar saja. Meskipun ada beberapa yang berani menanyakan sesuatu kepada petugas tersebut.
Fasilitasi pastisipatif mebutuhkan pola komunikasi dan interaksi yang lebih lebih komplek dari pada apa yang diilustrasikan di atas, karena membangun komunikasi serta interaksi dialogis dan diskusi berbeda dengan mengobrol atau berbincang tanpa arah. Dalam prakteknya, seseorang fasilitator perlu keterampilan untuk mengoperasionalkan pola atau daur pembelajaran orang dewasa.
Dalam bekerja sebagai fasilitator, pembelajaran dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan: pertemuan atau musyawarah lingkungan/desa/kelurahan, pengkajian bersama masyarakat (MPA PASH), rapat BPABS, rapat persiapan kegiatan, monitoring kegiatan, evaluasi program, dan sebagainya. Kegiatan memfasilitasi yang merupakan tugas paling rutin fasilitator adalah pendampingan atau pembelajaran bersama kelompok. Apa pun kegiatannya, proses fasilitasi yang dikembangkan fasilitator selalu berorientasi pada proses pembelajaran yang bertumpu pada peserta.
Kata fasilitator berasal dari bahasa latin “fasilis” yang artinya: mempermudah. Seperti yang disampaikan pada “Pendahuluan, seorang fasilitator bukanlah penyuluh atau juru penerang (jupen) yang merupakan petugas penyampai informasi dari lembaga formal (pemerintah). Fasilitator adalah orang yang bertugas mengelola proses dialog. Fasilitator ada untuk mendukung kegiatan belajar agar peserta bisa mencapai tujuan belajarnya. Fasilitator mendorong peserta untuk percaya diri dalam menyampaikan pengalaman dan pikirannya, mengajak peserta dominan untuk mendengarkan. Fasilitator memperkenalkan teknik-teknik komunikasi untuk mendorong partisipasi. Fasilitator menggunakan media yang cocok dengan kebutuhan peserta dan membantu proses belajar/komunikasi menjadi lebih efektif.
Apa jadinya kalau partisipan kurang mempercayai fasilitatornya? Kurang percaya di sini bukan karena tidak netral, tapi tidak percaya fasilitator bisa membawa proses ke tujuan yang diinginkan partisipan.
Pengalaman Lapangan Kecil menyimpulkan fasilitator akan berkeringkat lebih banyak. Dia kemudian jadi sangat instruktif karena tidak ada inisiatif kelompok yang dapat ditata. Akibatnya, tujuan sulit dicapai.
Menurut Justice dan Jamieson dalam the Facilitators’s Fieldbook (2006) ada 4 hal sederhana yang bisa mengurangi kepercayaan bila dilupakan, tapi sebaliknya, meningkatkan kepercayaan bila dilakukan. Empat hal itu adalah:
  • Do say what you say you will do (Say-do congruency) – Kalau Anda mengatakan A, maka lakukan A
  • Withhold nothing (The whole truth) – Sampaikan semua data yang signifikan, tanpa ada yang ditahan atau sembunyikan
  • Disclose sources of data (Data attribution) – Sampaikan dari mana data itu berasal
  • Tell the truth-no interpretation (Accurate representation) – Sampaikan informasi seperti yang terjadi, hilangkan pendapat pribadi yang menarik, Justice dan Jamieson mencontohkan hal-hal kecil yang biasa terjadi dalam kerja fasilitasi yang bisa membangun atau menggoyang kepercayaan partisipan. Berikut contohnya.
Membangun
Menggoyang
Say-do congruency
Anda bilang sessi akan dimulai dalam 10 menit, dan kemudian Anda mulai tepat setelah 10  menit
Anda bilang sessi akan dimulai dalam 10 menit, setelah 10 menit kemudian Anda berkeliling mencari orang agar berkumpul
The whole truth
Ketika memperkenalkan kerja fasilitasi pada klien, Anda menyampaikan bahwa berdasarkan penelitian, hanya 1 dari 3 kerja kelompok besar yang berhasil
Anda menyampaikan bahwa fasilitasi Anda pasti berhasil
Data attribution
Dalam kerja fasilitasi, Anda menyampaikan pada partisipan siapa yang membuat struktur proses/ metode/ teknik yang akan dipraktikkan bersama (bisa kawan mereka juga)
Anda tidak menyampaikan karena khawatir orang tidak akan suka pada pembuatnya
Accur
ate representation
Menyampaikan dengan cara menyebutkan, “Pak ini mengatakan …”. “Ibu ini mengatakan demikian..”
Menyampaikan pendapat-pendapat tanpa menyebutkan siapa yang mengatakan dan menyampaikan pandangan pribadi terhadap pendapat-pendapat yang ada

Dari semua yang telah disampaikan di atas hal terpenting dari proses fasilitasi adalah “Keberhasilan dari sebuah proses fasilitasi, bukanlah bagaimana akhirnya fasilitator menjadi dekat dan terkenal, atau bukanlah pula diukur dari bahwa masyarakat dampingan sudah mendapatkan apa yang menjadi tujuan dari kegiatan fasilitasi, tetapi, keberhasilan dari sebuah proses fasilitasi adalah, sejauhmana masyarakat akhirnya mampu untuk mengambil peran yang lebih besar dari para sebelumnya, untuk memperjuangkan dan mewujudkan tujuannya sesuai dengan apa yang mereka miliki, upayakan, & kelola”, maka dalam prosesnya, semakin lama peran fasilitator ini harus dikurangi secara bertahap dan diserahkan kepada peserta/masyarakat. Hanya dengan mengurangi ‘dominasi’ fasilitator, proses pembelajaran bisa diambil alih oleh peserta/masyarakat. sehingga pembelajaran bisa berjalan sebagai inisiatif sendiri.






















BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Fasilitator
      Fasilitasi merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman, tindakan, keputusan yang dilakukan seseorang dengan atau bersama orang lain untuk mempermudah tugas merupakan proses. Fasilitasi berasal dari kata latin “Fasilis” yang artinya “mempermudah”.  Ada beberapa definisi yang tercantum di dalam kamus diantaranya : “Membebaskan kesulitan dan hambatan, membuatnya menjadi mudah, mengurangi pekerjaan, membantu”.  Sehingga bila diadaptasi dalam proses pemberdayaan, fasilitasi mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi yang dimilikinya.  Pengertian ini yang dirasa tepat untuk menggambarkan pemahaman fasilitasi dalam program pemberdayaan masyarakat.
Pola pendukungan dan bantuan dalam konteks pemberdayaan masyarakat dikenal dengan istilah “pendampingan”. Secara harfiah pengertian ini merujuk pada upaya memberikan kemudahan, kepada siapa saja untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Biasanya tindakan ini diikuti dengan pengadaan personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang berperan memberikan penerangan, bimbingan, terapi psikologis, dan penyadaran agar masyarakat yang tidak tahu menjadi tahu dan sadar untuk berubah.
Dalam situasi kritis, peran pendampingan tidak hanya memberikan kemudahan terhadap berbagai akses bantuan saja tetapi secara proaktif melakukan intervensi langsung kepada masyarakat. Di sisi inilah fasilitator mencoba mengambil peran sebagai perantara atau katarsis untuk mempercepat proses belajar dan peningkatan kesejahteraan.
Dalam konteks pembangunan masyarakat (civil society) kegiatan fasilitasi dilakukan oleh tenaga khusua yang bertugas ; Pertama, membina kelompok masyarakat yang terkena krisis sehingga menjadi suatu kebersamaan tujuan dan kegiatan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan; Kedua, sebagai pemandu atau fasilitator, penghubung dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan kelompok masyarakat dan pembimbing pengembangan kegiatan kelompok. Dalam upaya mewujudkan otonomi dan kemandirian masyarakat perlu bimbingan atau pendampingan. Fasilitator biasanya identik dengan tugas pendampingan tersebut.

3.2  Jenis-jenis Fasilitator
      Fasilitator mempunyai beberapa jenis, yaitu:
1.      Fasilitator Bisnis
Fasilitator bekerja dalam bisnis, atau organisasi formal lainnya tapi fasilitator juga dapat bekerja dengan berbagai kelompok lain dan masyarakat. Prinsip dari fasilitasitator adalah bahwa mereka tidak akan memimpin kelompok ke arah jawaban yang mereka pikir adalah yang terbaik bahkan jika mereka memiliki pendapat yang berbeda terhadap masalah tersebut. Peran fasilitator adalah untuk memudahkan kelompok untuk sampai pada keputusan sendiri, jawaban, atau hasil.
Fasilitator disini sering harus mamfasilitasi konflik antara management dengan karyawan.
2.      Fasilitator Training
Fasilitator training tidak selalu ahli tentang subjek yang di fasilitasi. Mereka bertugas untuk membantu dan mengarahkan peserta didik untuk mempelajari suatu hal, kemudian menyimpulkan tentang inti dari pembelajaran tersebut. Fasilitator pelatihan fokus pada dasar-dasar sistim pendidikan dewasa dimana peserta didik aktif mencari tau tentang topik yang sedang dipelajari.
3.      Fasilitator Konflik
Fasilitator konflik bertugas membantu dalam proses perdamaian dan rekonsiliasi baik selama dan setelah konflik. Peran mereka adalah untuk mendukung dialog konstruktif dan demokratis antara kelompok dengan posisi beragam dan biasanya diametris berlawanan. Fasilitator konflik tidak boleh memihak ke salah satu kelompok, dan harus mematuhi aturan dialog demokratis. Mereka mungkin tidak mengambil bagian atau mengekspresikan pendapat pribadi. Peran mereka yang paling umum adalah untuk mendukung kelompok-kelompok mengembangkan visi bersama untuk masa depan yang ideal, belajar untuk mendengarkan satu sama lain, dan memahami dan menghargai perasaan, pengalaman dan posisi dari 'musuh'.

3.3  Kegiatan Berdampingan
Fasilitasi seringkali digunakan secara bersamaan dengan pendampingan yang merujuk pada bentuk dukungan tenaga dan metodologi dalam berbagai program pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Fasilitasi menjadi inti dari kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh tenaga khusus untuk membantu masyarkat dalam berbagai sektor pembangunan. Kegiatan pendampingan dilakukan dalam upaya mendorong partisipasi dan kemandirian masyarakat. Kegiatan pendampingan menjadi salah satu bagian dalam proses pemberdayaan masyarakat. Dalam pendampingan dibutuhkan tenaga yang memiliki kemampuan untuk mentransfer pengetahuan. Sikap dan perilaku tertentu kepada masyarakat. Disamping itu, perlu dukungan dan sarana pengembangan diri dalam bentuk latihan bagi para pendamping.
Di Indonesia, kegiatan pendampingan dilakukan melalui :
1.      Pendampingan lokal yang terdiri dari tokoh masyarakat, kader PKK, aparat desa, pemuda, Kader Pembangunan Desa (KPD) dan pihak lain yang peduli terhadap masalah kemiskinan, seperti perguruan tinggi, organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
2.      Pendamping teknis yang dipilih dari tenaga penyuluh departemen teknis, diantaranya; Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian (Penyuluhan Pertanian Lapangan atau PPL), dan penyuluhan pertanian spesialis atau PPS, Departemen Sosial, Petugas Sosial Kecamatan atau PSK dan Karang Taruna, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan atau SP3) dan lainnya.
3.      Pendamping khusus disediakan bagi masyarakat miskin di desa tertinggal dengan pembinaan khusus. Pendamping ini diprogramkan malalui program khusus seperti; Konsultan Pendamping untuk Proyek P3DT Swakelola dengan koordinasi Bappenas, Bangda, dan PMD. Penanganan masalah pengungsi, seperti pengadaan tenaga lapangan atau relawan untuk penanganan konflik, bimbingan khusus pengungsi.

3.4  Tanggung Jawab Fasilitator
1.      Memilih metoda training yang tepat setelah menentukan tujuan dri training.
2.      Fasilitator harus bisa membuat dan menyediakan atmosphere pelatihan yang mendukung partisipan/peserta untuk dapat menikmati aktifitasnya.
3.      Fasilitator harus memastikan bahwa partisipan tidak hanya berkutat dengan aktifitas permainan saja, tetapi tetap mendapatkan learning pointnya.
4.      Fasilitator mempunyai tanggung jawab untuk memastikan kejelasan dan ketelitian dari informasi.
5.      Fasilitator juga mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan kelompok dan menjaga kelompok agar tetap bergerak dan maju.
6.      Fasilitator mempunyai tanggung jawab untuk mengendalikan dan menguji semua latihan-latihan baru atau latihan yang belum pernah digunakan.

3.5  Peran dan Fungsi Fasilitator
ASTD (1998) mengemukakan empat fungsi utama pendamping atau fasilitator kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu ;
1.      Nara sumber
2.      Pelatih
3.      Mediator
4.      Penggerak.  
Fasilitator sebagai nara sumber (resource person) karena keahliannya berperan sebagai sumber informasi sekaligus mengelola, menganalisis dan mendesiminasikan dalam berbagai cara atau pendekatan yang dianggap efektif. 
Fasilitator sebagai pelatih (trainer) melakukan tugas pembimbingan, konsultasi dan penyampaian materi untuk peningkatan kapasitas dan perubahan perilaku pembelajar. Tugas fasilitator sebagai pelatih sangat menonjol dalam setiap kegiatan training, lokakarya, seminar dan diskusi. Penguasaan terhadap pola perubahan perilaku baik pengetahuan keterampilan dan sikap menjadi penting untuk menentukan proses (metodologi) dan hasil dari suatu pembelajaran.
Peran mediator dilakukan ketika terjadi ketegangan dan konflik antar kelompok yang berlawanan. Peran mediasi akan dilakukan oleh fasilitator untuk menjembatani perbedaan dan mengoptimalisasikan berbagai sumber daya yang mendukung terciptanya perdamaian.
Fasilitator sebagai penggerak lebih berperan sebagai pihak yang memberikan dorongan atau motivasi kerja kepada kelompok untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Secara khusus fungsi tersebut tergambar dalam aspek kegiatan sebagai berikut :
A.     Menggali potensi dan kebutuhan
Upaya pemberdayaan dilakukan melaui proses analisis awal terhadap situasi dan kondisi masyarakat melalui observasi mendalam. Informasi yang dikumpulkan mencerminkan kondisi nyata tentang jenis kebutuhan dan bentuk dukungan yang diperlukan. Fasilitator akan banyak melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam menyusum rencana, menetapkan instrumen dan langkah-langkah pengumpulan data. Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat secara mandiri mengenal potensi dan kebutuhan nyata yang dihadapinya. Dalam proses ini, sebaiknya fasilitataor melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, pimpinan agama, organisasi kepemudaan, unit usaha dan lembaga terkait lainnya. Menggali potensi baik sumber daya manusia dan sumber daya alam dapat dilakukan melalui observasi langsung atau berdialog dengan masyarakat setempat serta pemanfaatan data sekunder seperti demografi desa, statistik, status kesehatan dan rencana tata ruang.

B.     Memecahkan Masalah
Fasilitasi dilakukan untuk memberikan kemudahan belajar kepada masyarakat untuk meningkatkan kapasitas berfikir ilmiah dan kemampuan mengantisipasi perubahan. Fasilitator bukan sebagai penentu keputusan atas persoalan yang dipilih, tetapi lebih pada upaya membantu secara sistematis proses belajar masyarakat untuk menentukan sendiri kebutuhan dan memecahkan masalah yang dihadapinya . Masyarakat diposisikan sebagai subjek sekaligus objek dari proses penyelesaian masalah. Fasilitator berperan memberikan kesempatan yang luas agar masyarakat secara mandiri menentukan keputusan. Hindari dominasi fasilitator dalam mengambil solusi, melainkan sebagai penyeimbang dan pengarah saja, agar solusi yang diambul efektif. Apabila dalam implementasi program terjadi berbagai masalah, sebaiknya fasilitator selalu melibatkan masyarakat melalui musyawarah serta koordinasi dengan pihak terkait. Posisikan diri sebagai pihak yang mempermudah masyarakat menemukan sendiri jawabanya.

C.     Memposisikan Peran dan Tindakan
Bagaimana memposisikan masyarakat agar mampu mengambil peran dan tindakan sesuai dengan fungsi dan kedudukannya ? Pertanyaan ini sangat mendasar, ketika suatu komunitas tidak mampu melindungi dirinya akibat kelemahannya. Dalam situasi ini, fasilitator akan lebih dominan memimpin dan berada di garis depan. Masyarakat membutuhkan  instruksi, arahan, aturan dan bimbingan secara langsung. Namun demikian, fasilitator tetap memberikan peran yang cukup kepada masyarakat untuk menentukan keputusan penting dan pola tindak yang diperlukan. Pada saat masyarakat mulai menunjukan peningkatan kapasitas dan mampu mengelolanya, maka fasilitator akan mengambil posisi sebagai mitra atau pendamping untuk mempermudah kerja masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kemudahan terhadap akses informasi, melatih peran, pembagian tugas yang jelas dalam setiap kegiatan, menempatkan orang sesuai dengan keahlian. Posisi ini akan berubah sesuai kebutuhan dan kondisi masyarakat yang didampinginya.
D.     Mengajak masyarakat untuk berfikir
Fasilitasi merupakan proses belajar masyarakat untuk menentukan pilihan dan tindakan terukur terhadap perubahan yang dihadapinya. Landasan filosofis fasilitasi adalah perubahan paradigma dan proses berfikir logis (logical framework) dan terstruktur sebagai bentuk respon terhadap lingkungan. Oleh karena itu, fasilitasi dilakukan untuk membantu individu, kelompok atau organisasi agar menggunakan daya nalar dalam mencapai tujuan. Fasilitasi merupakan suatu proses membangun masyarakat kritis dan rasional atau dengan menggunakan tesis Paulo Freire bahwa pemberdayaan adalah strategi pembebasan dari keterbelengguan. Masyarakat memahami berbagai fenomena hidup dengan mengajak masyarkat untuk “berfikir”: menggunakan daya nalar dan kreativitas untuk memecahkan masalah dan menyusun perencanaan ke depan. Mengajak masyarakat berfikir tentang potensi, kebutuhan dan masalah yang dihadapinya merupakan agenda penting dalam kegiatan fasilitasi. Ajaklah masyarakat untuk melakukan pemetaan konsep, situasi dan kondisi secara kritis menggunakan informasi dan sumber lain kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kegiatan nyata.

E.    Memberikan kepercayaan
Kepercayaan merupakan salah satu kunci keberhasilan fasilitasi dan menjadi indikator penting dalam proses pemberdayaan. Sebuah tatanan masyarakat madani (civil society) dibangun diatas pilar transparansi, dimana masyarakat dengan mudah mengakses dan memutuskan berbagai kebijakan menyangkut nasib hidupnya. Tranparansi pelaku pembangunan dan distribusi kewenangan antar pemerintah, legislatif, dan grassroot harus jelas dan terbuka.
Keterlibatan masyarakat dengan institusi yang ada dalam perencanaan, melaksanakan sekaligus mengontrol berbagai keputusan yang telah dibuat mencerminkan bentuk komunikasi dan interaksi stakeholders yang dibangun atas dasar kepercayaan. Membangun kepercayaan kepada masyarakat tidak sebatas sosialisasi strategi program saja, tetapi harus melibatkan peran aktif masyarakat sebagai pelaku utama. Fasilitasi dilakukan untuk menempatkan masyarakat sebagai pelaku sekaligus objek pembangunan. Fasilitator hendaknya memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengambil peran dan melaksanakan program sesuai dengan kemampuannya. Pada dasarnya bantuan merupakan stimulan untuk merangsang pertumbuhan dan rasa percaya diri bahwa masyarakat mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi.

F.     Kemandirian dan Pengambilan Keputusan
Salah satu indikator keberhasilan dari kegiatan fasilitasi yaitu menumbuhkan kemandirian (otonomi) dalam membimbing dan mengarahkan pada upaya pencapaian tujuan. Kemandirian menjadi salah satu paradigma pembangunan yang mengilhami upaya pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah Proses ini perlu didukung oleh institusi lokal dan masyarakat sipil yang kuat, sehingga tidak berakibat pada penyalahgunaan wewenang pemerintahan lokal tetapi lebih meningkatkan keterlibatan institusi masyarakat dalam menentukan kebijakan di daerahnya. Artinya masyarakat diberikan ruang cukup untuk menentukan pilihan atas sejumlah alternatif dan menetapkan visi dirinya ke depan. Keputusan sepenuhnya di tangan masyarakat sendiri sebagai perencana, pelaksana, pengawas dan evaluator. Kemampuan masyarakat dalam mengambil keputusan harus terus dikembangkan. Fasilitasi harus mampu mengurangi bentuk intervensi yang tidak perlu yang dapat menghambat kemandirian masyarakat, sehingga masyarakat benar-benar tahu dan ikut menentukan jenis kebijakan yang dianggap tepat tentang dirinya sendiri.

G.    Membangun Jaringan Kerja
Fasilitasi yang dilakukan oleh pendamping baik dikalangan pemerintah, LSM atau institusi lain harus menyentuh aspek penguatan jaringan dari tingkat institusi nasional hingga masyarakat. Penguatan jaringan sangat penting dalam membangun kebersamaan, keberlanjutan dan kesiapan masyarakat mengantisipasi perubahan. Jaringan yang dibangun harus mengacu pada optimalisasi program, dimana keterlibatan organisasi masyarakat, LSM, pemerintah, dan institusi lain berjalan secara sinergis. Berikan peran yang luas kepada masyarakat untuk dapat menjalin hubungan kemitraan dengan pihak terkait. Tugas pengembangan jaringan bukan saja menjadi tanggung jawab fasilitator melainkan masyarakat sendiri. Jaringan yang dibangun oleh masyarakat sendiri akan lebih optimal dan memiliki nilai strategis dalam proses pemberdayaan.























BAB IV
KESIMPULAN
Dapat diketahui fasilitator memiliki tugas untuk memfasilitasi masyarakat. Adapun peran dan fungsi fasilitator, yaitu: menggali potensi dan kebutuhan masyarakat, memecahkan masalah, memposisikanpPeran dan tindakan, mengajak masyarakat untuk berfikir, memberikan kepercayaan, kemandirian dan pengambilan keputusan, membangun jaringan kerja.
Lalu fasilitator juga memiliki tanggunng jawab dalam memfasilitasi, yaitu Memilih metoda training yang tepat setelah menentukan tujuan dri training, Fasilitator harus bisa membuat dan menyediakan atmosphere pelatihan yang mendukung partisipan/peserta untuk dapat menikmati aktifitasnya. Fasilitator harus memastikan bahwa partisipan tidak hanya berkutat dengan aktifitas permainan saja, tetapi tetap mendapatkan learning pointnya. Fasilitator mempunyai tanggung jawab untuk memastikan kejelasan dan ketelitian dari informasi. Fasilitator juga mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan kelompok dan menjaga kelompok agar tetap bergerak dan maju.










DAFTAR PUSTAKA

http://labkomfkmuvri.blogspot.com/2011/06/fasilitator-teknik-fasilitasi.html (diakses pada 7 Mei 2015)
http://sppt-tel.blogspot.com/2010/08/keterampilan-fasilitasi.html (diakses pada 7 Mei 2015)
http://www.smeru.or.id/report/training/menjembatani_penelitian_dan_kebijakan/untuk_cso/file/3546.pdf (diakses pada 7 Mei 2015)
makalahgood.blogspot.com/2013/10/fasilitator.html (diakses pada 7 Mei 2015)
https://latintc.wordpress.com/teknik-fasilitasi/ (diakses pada 7 Mei 2015)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar