BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknik
fasilitasi merupakan ketrampilan dasar yang harus dikuasai oleh seorang
fasilitator atau pendamping masyarakat. Pada saat ini kebutuhan terhadap
fasilitator yang mampu memfasilitasi masyarakat dan membangun kolaborasi
multi-pihak menjadi sangat penting
. Hal ini disebabkan semakin
berkembangnya kebijakan yang mendorong tumbuhnya inisiatif
masyarakat dalam mengelola berbagai sumberdaya alam, salah satu contohnya
tentang hutan, seperti munculnya kebijakan Kehutanan Masyarakat (HKm), Hutan
Desa, Hutan Tanaman Rakyat dan Pola Kemitraan. Sedangkan disisi lain, adanya
kebijakan desentralisasi telah menyebabkan semakin banyaknya pihak yang merasa
berkepentingan terhadap sumberdaya alam serta kawasannya. Disinilah peran
fasilitator yang handal diperlukan untuk menjembatani berbagai kepentingan,
baik kepentingan masyarakat maupun pihak lain, demi tercapainya pengelolaan
sumberdaya alam yang berkelanjutan.
Masalah yang dihadapi oleh fasilitator
antara lain kurangnya ketrampilan dalam memfasilitasi proses baik di
tingkat masyarakat maupun proses multi-pihak dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Hal ini menyebabkan persoalan menjadi tidak tuntas untuk
diselesaikan dan berujung dengan gagalnya menciptakan kesepakatan untuk
membangun maupun mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan. Apabila
hal ini dibiarkan maka hal tersebut justru akan menimbulkan
kesalahpahaman bahkan rasa saling tidak percaya antar berbagai pihak yang
bekepentingan, dan mengakibatkan timbulnya konflik yang berlarut-larut.
Oleh karena itu, penguasaan ketrampilan
teknik fasilitasi menjadi sangat diperlukan, agar masalah-masalah yang
menyebabkan konflik dapat diminimalisir bahkan dihindari dengan baik. Berkaitan
dengan hal tersebut Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) sebagai
lembaga yang mempunyai pengalaman panjang dalam kegiatan maupun proses
fasilitasi dengan masyarakat dan berbagai pihak
meyelenggarakan Pelatihan Teknik
Fasilitasi dan Perencanaan Sumberdaya Alam Berbasis Komunitas.
1.2 Identifikasi Masalah
1.
Apa
pengertian dari fasilitator?
2.
Apa
jenis-jenis dari fasilitator?
3.
Apa
hubungan dengan kegiatan pendampingan?
4.
Apa
tanggung jawab dari fasilitator?
5.
Apa
peran dan fungsi dari fasilitator?
1.3 Maksud dan Tujuan
1.
Mengetahui
definisi dari fasilitator
2.
Mengetahui
jenis-jenis fasilitator
3.
Mengenal
kegiatan pendampingan
4.
Mengetahui
tanggung jawab dari fasilitator
5.
Peran
dan fungsi fasilitator
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Menjadi fasilitator bukan sebuah pekerjaan yang
ringan. Apalagi jika fasilitator yang dimaksudkan adalah fasilitator yang mencoba
mengajak komunitas dampingannya untuk mencapai kesadaran kritis atas kondisi
yang dialami oleh komunitas dampingan. Dibutuhkan kemauan dan kemampuan dari
fasilitator untuk terlebih dahulu “mendidik dirinya sendiri” memahami realitas
sosial yang sedang dialaminya pada umumnya serta realitas sosial komunitas
dampingannya pada khususnya. Hal diatas bukan untuk menakuti para fasilitator
yang ingin terjun dalam pendampingan, semata-mata ditujukan untuk memberikan
gambaran betapa “mulianya” peran dari fasilitator dalam mengajak komunitas
dampingannya meletakkan kesadaran diri individu dalam komunitas atas realitas
sosial yang sebenarnya dihadapi. Untuk mencapai peran di atas, ada beberapa hal
yang harus dipahami oleh seorang fasilitator sebelum terjun langsung dalam
sebuah komunitas.
Sering kita jumpai, di dalam sebuah forum resmi,
pejabat setempat atau orang yang dianggap paling berpengaruh di pertemuaan itu
menjadi pembicara di depan atau mendominasi pembicaraan dan seringkali seluruh
orang yang hadir di hadapannya hanya mendengar. Sementara dalam pertemuan non
formal (rembug warga, arisan, gotong royong, dsb), suasana perbincangan menjadi
sangat hangat dan hampir semua orang terlibat dalam pembicaraan/diskusi.
Begitu pula dalam perkumpulan Posyandu, para ibu yang
membawa balita untuk ditimbang dan di periksa oleh petugas PUSKESMAS, terlibat
berbagai perbicangan mengenai berbagai penyakit yang muai diderita warga dikarenakan
sulitnya air bersih dan ketiadaan sarana sanitasi yang memadai dilingkungannya.
Tetapi ketika petugas PUSKESMAS menyampaikan penyuluhan kesehatan yang terkait
dengan penyakit yang menimpa anak-anak dan balita, semua ibu itu kembali hanya
menjadi pendengar saja. Meskipun ada beberapa yang berani menanyakan sesuatu
kepada petugas tersebut.
Fasilitasi pastisipatif mebutuhkan pola komunikasi dan
interaksi yang lebih lebih komplek dari pada apa yang diilustrasikan di atas,
karena membangun komunikasi serta interaksi dialogis dan diskusi berbeda dengan
mengobrol atau berbincang tanpa arah. Dalam prakteknya, seseorang fasilitator
perlu keterampilan untuk mengoperasionalkan pola atau daur pembelajaran orang
dewasa.
Dalam
bekerja sebagai fasilitator, pembelajaran dilakukan dalam berbagai bentuk
kegiatan: pertemuan atau musyawarah lingkungan/desa/kelurahan, pengkajian
bersama masyarakat (MPA PASH), rapat BPABS, rapat persiapan kegiatan,
monitoring kegiatan, evaluasi program, dan sebagainya. Kegiatan memfasilitasi
yang merupakan tugas paling rutin fasilitator adalah pendampingan atau
pembelajaran bersama kelompok. Apa pun kegiatannya, proses fasilitasi yang
dikembangkan fasilitator selalu berorientasi pada proses pembelajaran yang
bertumpu pada peserta.
Kata
fasilitator berasal dari bahasa latin “fasilis” yang artinya: mempermudah.
Seperti yang disampaikan pada “Pendahuluan, seorang fasilitator bukanlah
penyuluh atau juru penerang (jupen) yang merupakan petugas penyampai informasi
dari lembaga formal (pemerintah). Fasilitator adalah orang yang bertugas
mengelola proses dialog. Fasilitator ada untuk mendukung kegiatan belajar agar
peserta bisa mencapai tujuan belajarnya. Fasilitator mendorong peserta untuk
percaya diri dalam menyampaikan pengalaman dan pikirannya, mengajak peserta
dominan untuk mendengarkan. Fasilitator memperkenalkan teknik-teknik komunikasi
untuk mendorong partisipasi. Fasilitator menggunakan media yang cocok dengan
kebutuhan peserta dan membantu proses belajar/komunikasi menjadi lebih efektif.
Apa jadinya kalau partisipan kurang mempercayai
fasilitatornya? Kurang percaya di sini bukan karena tidak netral, tapi tidak
percaya fasilitator bisa membawa proses ke tujuan yang diinginkan partisipan.
Pengalaman Lapangan Kecil menyimpulkan fasilitator
akan berkeringkat lebih banyak. Dia kemudian jadi sangat instruktif karena
tidak ada inisiatif kelompok yang dapat ditata. Akibatnya, tujuan sulit
dicapai.
Menurut Justice dan Jamieson dalam the
Facilitators’s Fieldbook (2006) ada 4 hal sederhana yang bisa mengurangi
kepercayaan bila dilupakan, tapi sebaliknya, meningkatkan kepercayaan bila
dilakukan. Empat hal itu adalah:
- Do say
what you say you will do (Say-do
congruency) – Kalau Anda mengatakan A, maka lakukan A
- Withhold
nothing (The
whole truth) – Sampaikan semua data yang signifikan, tanpa ada yang
ditahan atau sembunyikan
- Disclose
sources of data (Data
attribution) – Sampaikan dari mana data itu berasal
- Tell
the truth-no interpretation (Accurate
representation) – Sampaikan informasi seperti yang terjadi, hilangkan
pendapat pribadi yang menarik, Justice dan Jamieson mencontohkan hal-hal kecil yang
biasa terjadi dalam kerja fasilitasi yang bisa membangun atau menggoyang
kepercayaan partisipan. Berikut contohnya.
Membangun
|
Menggoyang
|
|
Say-do congruency
|
Anda bilang sessi akan dimulai dalam 10 menit, dan kemudian Anda mulai
tepat setelah 10 menit
|
Anda bilang sessi akan dimulai dalam 10 menit, setelah 10 menit kemudian
Anda berkeliling mencari orang agar berkumpul
|
The whole truth
|
Ketika memperkenalkan kerja fasilitasi pada klien, Anda menyampaikan
bahwa berdasarkan penelitian, hanya 1 dari 3 kerja kelompok besar yang
berhasil
|
Anda menyampaikan bahwa fasilitasi Anda pasti berhasil
|
Data attribution
|
Dalam kerja fasilitasi, Anda menyampaikan pada partisipan siapa yang
membuat struktur proses/ metode/ teknik yang akan dipraktikkan bersama (bisa
kawan mereka juga)
|
Anda tidak menyampaikan karena khawatir orang tidak akan suka pada
pembuatnya
|
Accur
ate representation
|
Menyampaikan dengan cara menyebutkan, “Pak ini mengatakan …”. “Ibu ini
mengatakan demikian..”
|
Menyampaikan pendapat-pendapat tanpa menyebutkan siapa yang mengatakan
dan menyampaikan pandangan pribadi terhadap pendapat-pendapat yang ada
|
Dari
semua yang telah disampaikan di atas hal terpenting dari proses fasilitasi
adalah “Keberhasilan dari sebuah proses fasilitasi, bukanlah bagaimana akhirnya
fasilitator menjadi dekat dan terkenal, atau bukanlah pula diukur dari bahwa
masyarakat dampingan sudah mendapatkan apa yang menjadi tujuan dari kegiatan
fasilitasi, tetapi, keberhasilan dari sebuah proses fasilitasi adalah,
sejauhmana masyarakat akhirnya mampu untuk mengambil peran yang lebih besar
dari para sebelumnya, untuk memperjuangkan dan mewujudkan tujuannya sesuai
dengan apa yang mereka miliki, upayakan, & kelola”, maka dalam prosesnya,
semakin lama peran fasilitator ini harus dikurangi secara bertahap dan
diserahkan kepada peserta/masyarakat. Hanya dengan mengurangi ‘dominasi’
fasilitator, proses pembelajaran bisa diambil alih oleh peserta/masyarakat.
sehingga pembelajaran bisa berjalan sebagai inisiatif sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
Fasilitator
Fasilitasi merupakan
suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman, tindakan, keputusan yang dilakukan
seseorang dengan atau bersama orang lain untuk mempermudah tugas merupakan
proses. Fasilitasi berasal dari kata latin “Fasilis” yang artinya
“mempermudah”. Ada beberapa definisi yang tercantum di dalam kamus diantaranya
: “Membebaskan kesulitan dan hambatan, membuatnya menjadi mudah, mengurangi
pekerjaan, membantu”. Sehingga bila diadaptasi dalam proses pemberdayaan,
fasilitasi mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat
memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi yang
dimilikinya. Pengertian
ini yang dirasa tepat untuk menggambarkan pemahaman fasilitasi dalam program
pemberdayaan masyarakat.
Pola
pendukungan dan bantuan dalam konteks pemberdayaan masyarakat dikenal dengan
istilah “pendampingan”. Secara harfiah pengertian ini merujuk pada upaya
memberikan kemudahan, kepada siapa saja untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya. Biasanya tindakan ini diikuti dengan pengadaan personil, tenaga
pendamping, relawan atau pihak lain yang berperan memberikan penerangan,
bimbingan, terapi psikologis, dan penyadaran agar masyarakat yang tidak tahu
menjadi tahu dan sadar untuk berubah.
Dalam situasi kritis, peran pendampingan tidak hanya
memberikan kemudahan terhadap berbagai akses bantuan saja tetapi secara
proaktif melakukan intervensi langsung kepada masyarakat. Di sisi inilah
fasilitator mencoba mengambil peran sebagai perantara atau katarsis untuk
mempercepat proses belajar dan peningkatan kesejahteraan.
Dalam konteks pembangunan masyarakat (civil society)
kegiatan fasilitasi dilakukan oleh tenaga khusua yang bertugas ; Pertama,
membina kelompok masyarakat yang terkena krisis sehingga menjadi suatu
kebersamaan tujuan dan kegiatan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan;
Kedua, sebagai pemandu atau fasilitator, penghubung dan penggerak (dinamisator)
dalam pembentukan kelompok masyarakat dan pembimbing pengembangan kegiatan
kelompok. Dalam upaya mewujudkan otonomi dan kemandirian masyarakat perlu
bimbingan atau pendampingan. Fasilitator biasanya identik dengan tugas
pendampingan tersebut.
3.2 Jenis-jenis Fasilitator
Fasilitator mempunyai beberapa jenis, yaitu:
1.
Fasilitator Bisnis
Fasilitator bekerja dalam bisnis, atau organisasi formal lainnya tapi fasilitator juga dapat bekerja dengan berbagai kelompok lain
dan masyarakat. Prinsip dari fasilitasitator adalah bahwa mereka tidak akan
memimpin kelompok ke arah jawaban yang mereka pikir adalah yang terbaik bahkan
jika mereka memiliki pendapat yang berbeda terhadap masalah tersebut. Peran
fasilitator adalah untuk memudahkan kelompok untuk sampai pada keputusan sendiri, jawaban, atau hasil.
2.
Fasilitator Training
Fasilitator training tidak selalu ahli tentang subjek yang di fasilitasi. Mereka
bertugas untuk membantu dan mengarahkan peserta didik untuk mempelajari suatu
hal, kemudian menyimpulkan tentang inti dari pembelajaran tersebut. Fasilitator
pelatihan fokus pada dasar-dasar sistim pendidikan dewasa dimana peserta didik
aktif mencari tau tentang topik yang sedang dipelajari.
3. Fasilitator
Konflik
Fasilitator konflik bertugas
membantu dalam proses perdamaian dan rekonsiliasi baik selama
dan setelah konflik. Peran mereka adalah untuk mendukung dialog konstruktif dan demokratis antara
kelompok dengan posisi beragam dan biasanya diametris berlawanan. Fasilitator konflik tidak boleh memihak ke salah satu
kelompok, dan harus mematuhi aturan dialog demokratis. Mereka mungkin tidak
mengambil bagian atau mengekspresikan pendapat pribadi. Peran mereka yang paling
umum adalah untuk mendukung kelompok-kelompok mengembangkan visi bersama untuk masa depan yang ideal, belajar untuk mendengarkan
satu sama lain, dan memahami dan menghargai perasaan, pengalaman dan posisi
dari 'musuh'.
3.3 Kegiatan Berdampingan
Fasilitasi seringkali
digunakan secara bersamaan dengan pendampingan yang merujuk pada bentuk
dukungan tenaga dan metodologi dalam berbagai program pembangunan dan
pengentasan kemiskinan. Fasilitasi menjadi inti dari kegiatan
pendampingan yang dilakukan oleh tenaga khusus untuk membantu masyarkat dalam
berbagai sektor pembangunan. Kegiatan pendampingan dilakukan dalam upaya
mendorong partisipasi dan kemandirian masyarakat. Kegiatan pendampingan menjadi
salah satu bagian dalam proses pemberdayaan masyarakat. Dalam pendampingan
dibutuhkan tenaga yang memiliki kemampuan untuk mentransfer pengetahuan. Sikap
dan perilaku tertentu kepada masyarakat. Disamping itu, perlu dukungan dan
sarana pengembangan diri dalam bentuk latihan bagi para pendamping.
Di
Indonesia, kegiatan pendampingan dilakukan melalui :
1.
Pendampingan lokal yang
terdiri dari tokoh masyarakat, kader PKK, aparat desa, pemuda, Kader
Pembangunan Desa (KPD) dan pihak lain yang peduli terhadap masalah kemiskinan,
seperti perguruan tinggi, organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
2.
Pendamping teknis yang
dipilih dari tenaga penyuluh departemen teknis, diantaranya; Departemen
Kehutanan, Departemen Pertanian (Penyuluhan Pertanian Lapangan atau PPL), dan
penyuluhan pertanian spesialis atau PPS, Departemen Sosial, Petugas Sosial
Kecamatan atau PSK dan Karang Taruna, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan atau SP3) dan lainnya.
3. Pendamping khusus disediakan bagi masyarakat miskin di desa tertinggal
dengan pembinaan khusus. Pendamping ini diprogramkan malalui program khusus
seperti; Konsultan Pendamping untuk Proyek P3DT Swakelola dengan koordinasi
Bappenas, Bangda, dan PMD. Penanganan masalah pengungsi, seperti pengadaan
tenaga lapangan atau relawan untuk penanganan konflik, bimbingan khusus
pengungsi.
3.4 Tanggung Jawab Fasilitator
1. Memilih
metoda training yang tepat setelah menentukan tujuan dri training.
2. Fasilitator
harus bisa membuat dan menyediakan atmosphere pelatihan yang mendukung
partisipan/peserta untuk dapat menikmati aktifitasnya.
3. Fasilitator
harus memastikan bahwa partisipan tidak hanya berkutat dengan aktifitas
permainan saja, tetapi tetap mendapatkan learning pointnya.
4. Fasilitator
mempunyai tanggung jawab untuk memastikan kejelasan dan ketelitian dari
informasi.
5. Fasilitator
juga mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan kelompok dan menjaga kelompok
agar tetap bergerak dan maju.
6. Fasilitator
mempunyai tanggung jawab untuk mengendalikan dan menguji semua latihan-latihan
baru atau latihan yang belum pernah digunakan.
3.5 Peran dan Fungsi Fasilitator
ASTD (1998) mengemukakan empat fungsi utama pendamping atau fasilitator
kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu ;
1. Nara sumber
2. Pelatih
3. Mediator
4. Penggerak.
Fasilitator sebagai nara sumber (resource person) karena keahliannya berperan sebagai sumber
informasi sekaligus mengelola, menganalisis dan mendesiminasikan dalam berbagai
cara atau pendekatan yang dianggap efektif.
Fasilitator sebagai pelatih (trainer) melakukan tugas pembimbingan,
konsultasi dan penyampaian materi untuk peningkatan kapasitas dan perubahan
perilaku pembelajar. Tugas fasilitator sebagai pelatih sangat menonjol
dalam setiap kegiatan training, lokakarya, seminar dan diskusi. Penguasaan
terhadap pola perubahan perilaku baik pengetahuan keterampilan dan sikap
menjadi penting untuk menentukan proses (metodologi) dan hasil dari suatu
pembelajaran.
Peran mediator dilakukan ketika terjadi ketegangan dan konflik antar
kelompok yang berlawanan. Peran mediasi akan dilakukan oleh fasilitator untuk
menjembatani perbedaan dan mengoptimalisasikan berbagai sumber daya yang
mendukung terciptanya perdamaian.
Fasilitator sebagai penggerak lebih berperan sebagai
pihak yang memberikan dorongan atau motivasi kerja kepada kelompok untuk
berpartisipasi dalam pembangunan.
Secara khusus fungsi tersebut tergambar dalam aspek
kegiatan sebagai berikut :
A.
Menggali potensi dan kebutuhan
Upaya pemberdayaan dilakukan melaui proses analisis awal terhadap situasi
dan kondisi masyarakat melalui observasi mendalam. Informasi yang dikumpulkan
mencerminkan kondisi nyata tentang jenis kebutuhan dan bentuk dukungan yang
diperlukan. Fasilitator akan banyak melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam
menyusum rencana, menetapkan instrumen dan langkah-langkah pengumpulan data.
Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat secara mandiri mengenal potensi dan
kebutuhan nyata yang dihadapinya. Dalam proses ini, sebaiknya fasilitataor
melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, pimpinan agama, organisasi kepemudaan,
unit usaha dan lembaga terkait lainnya. Menggali potensi baik sumber daya
manusia dan sumber daya alam dapat dilakukan melalui observasi langsung atau berdialog
dengan masyarakat setempat serta pemanfaatan data sekunder seperti demografi
desa, statistik, status kesehatan dan rencana tata ruang.
B.
Memecahkan Masalah
Fasilitasi dilakukan untuk memberikan kemudahan belajar kepada masyarakat
untuk meningkatkan kapasitas berfikir ilmiah dan kemampuan mengantisipasi
perubahan. Fasilitator bukan sebagai penentu keputusan atas persoalan yang
dipilih, tetapi lebih pada upaya membantu secara sistematis proses belajar
masyarakat untuk menentukan sendiri kebutuhan dan memecahkan masalah yang
dihadapinya . Masyarakat diposisikan sebagai subjek sekaligus objek dari proses
penyelesaian masalah. Fasilitator berperan memberikan kesempatan yang luas agar
masyarakat secara mandiri menentukan keputusan. Hindari dominasi fasilitator
dalam mengambil solusi, melainkan sebagai penyeimbang dan pengarah saja, agar
solusi yang diambul efektif. Apabila dalam implementasi program terjadi
berbagai masalah, sebaiknya fasilitator selalu melibatkan masyarakat melalui
musyawarah serta koordinasi dengan pihak terkait. Posisikan diri sebagai pihak
yang mempermudah masyarakat menemukan sendiri jawabanya.
C.
Memposisikan Peran dan Tindakan
Bagaimana memposisikan masyarakat agar mampu mengambil peran dan tindakan
sesuai dengan fungsi dan kedudukannya ? Pertanyaan ini sangat mendasar, ketika
suatu komunitas tidak mampu melindungi dirinya akibat kelemahannya. Dalam
situasi ini, fasilitator akan lebih dominan memimpin dan berada di garis depan.
Masyarakat membutuhkan instruksi, arahan, aturan dan bimbingan secara
langsung. Namun demikian, fasilitator tetap memberikan peran yang cukup kepada
masyarakat untuk menentukan keputusan penting dan pola tindak yang diperlukan.
Pada saat masyarakat mulai menunjukan peningkatan kapasitas dan mampu
mengelolanya, maka fasilitator akan mengambil posisi sebagai mitra atau
pendamping untuk mempermudah kerja masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan kemudahan terhadap akses informasi, melatih peran, pembagian tugas
yang jelas dalam setiap kegiatan, menempatkan orang sesuai dengan keahlian.
Posisi ini akan berubah sesuai kebutuhan dan kondisi masyarakat yang
didampinginya.
D. Mengajak masyarakat untuk berfikir
Fasilitasi merupakan proses belajar masyarakat untuk menentukan pilihan dan
tindakan terukur terhadap perubahan yang dihadapinya. Landasan filosofis
fasilitasi adalah perubahan paradigma dan proses berfikir logis (logical
framework) dan terstruktur sebagai bentuk respon terhadap lingkungan. Oleh
karena itu, fasilitasi dilakukan untuk membantu individu, kelompok atau
organisasi agar menggunakan daya nalar dalam mencapai tujuan. Fasilitasi
merupakan suatu proses membangun masyarakat kritis dan rasional atau dengan
menggunakan tesis Paulo Freire bahwa pemberdayaan adalah strategi pembebasan
dari keterbelengguan. Masyarakat memahami berbagai fenomena hidup dengan
mengajak masyarkat untuk “berfikir”: menggunakan daya nalar dan kreativitas
untuk memecahkan masalah dan menyusun perencanaan ke depan. Mengajak masyarakat
berfikir tentang potensi, kebutuhan dan masalah yang dihadapinya merupakan
agenda penting dalam kegiatan fasilitasi. Ajaklah masyarakat untuk melakukan
pemetaan konsep, situasi dan kondisi secara kritis menggunakan informasi dan
sumber lain kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kegiatan nyata.
E. Memberikan kepercayaan
Kepercayaan merupakan salah satu kunci keberhasilan fasilitasi dan menjadi
indikator penting dalam proses pemberdayaan. Sebuah tatanan masyarakat madani
(civil society) dibangun diatas pilar transparansi, dimana masyarakat dengan
mudah mengakses dan memutuskan berbagai kebijakan menyangkut nasib hidupnya.
Tranparansi pelaku pembangunan dan distribusi kewenangan antar pemerintah,
legislatif, dan grassroot harus jelas dan terbuka.
Keterlibatan masyarakat dengan institusi yang ada dalam perencanaan,
melaksanakan sekaligus mengontrol berbagai keputusan yang telah dibuat
mencerminkan bentuk komunikasi dan interaksi stakeholders yang dibangun atas
dasar kepercayaan. Membangun kepercayaan kepada masyarakat tidak sebatas
sosialisasi strategi program saja, tetapi harus melibatkan peran aktif
masyarakat sebagai pelaku utama. Fasilitasi dilakukan untuk menempatkan
masyarakat sebagai pelaku sekaligus objek pembangunan. Fasilitator hendaknya
memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengambil peran dan melaksanakan
program sesuai dengan kemampuannya. Pada dasarnya bantuan merupakan stimulan
untuk merangsang pertumbuhan dan rasa percaya diri bahwa masyarakat mampu
memecahkan permasalahan yang dihadapi.
F. Kemandirian dan Pengambilan Keputusan
Salah satu indikator keberhasilan dari kegiatan fasilitasi yaitu
menumbuhkan kemandirian (otonomi) dalam membimbing dan mengarahkan pada upaya
pencapaian tujuan. Kemandirian menjadi salah satu paradigma pembangunan yang
mengilhami upaya pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah Proses ini perlu
didukung oleh institusi lokal dan masyarakat sipil yang kuat, sehingga tidak
berakibat pada penyalahgunaan wewenang pemerintahan lokal tetapi lebih
meningkatkan keterlibatan institusi masyarakat dalam menentukan kebijakan di
daerahnya. Artinya masyarakat diberikan ruang cukup untuk menentukan pilihan
atas sejumlah alternatif dan menetapkan visi dirinya ke depan. Keputusan
sepenuhnya di tangan masyarakat sendiri sebagai perencana, pelaksana, pengawas
dan evaluator. Kemampuan masyarakat dalam mengambil keputusan harus terus
dikembangkan. Fasilitasi harus mampu mengurangi bentuk intervensi yang tidak
perlu yang dapat menghambat kemandirian masyarakat, sehingga masyarakat
benar-benar tahu dan ikut menentukan jenis kebijakan yang dianggap tepat
tentang dirinya sendiri.
G. Membangun
Jaringan Kerja
Fasilitasi yang dilakukan oleh pendamping baik dikalangan pemerintah, LSM
atau institusi lain harus menyentuh aspek penguatan jaringan dari tingkat
institusi nasional hingga masyarakat. Penguatan jaringan sangat penting dalam
membangun kebersamaan, keberlanjutan dan kesiapan masyarakat mengantisipasi
perubahan. Jaringan yang dibangun harus mengacu pada optimalisasi program,
dimana keterlibatan organisasi masyarakat, LSM, pemerintah, dan institusi lain
berjalan secara sinergis. Berikan peran yang luas kepada masyarakat untuk dapat
menjalin hubungan kemitraan dengan pihak terkait. Tugas pengembangan jaringan
bukan saja menjadi tanggung jawab fasilitator melainkan masyarakat sendiri.
Jaringan yang dibangun oleh masyarakat sendiri akan lebih optimal dan memiliki
nilai strategis dalam proses pemberdayaan.
BAB IV
KESIMPULAN
Dapat diketahui fasilitator memiliki tugas untuk memfasilitasi
masyarakat. Adapun peran dan fungsi fasilitator, yaitu: menggali potensi dan kebutuhan masyarakat, memecahkan masalah, memposisikanpPeran dan tindakan, mengajak masyarakat
untuk berfikir, memberikan kepercayaan, kemandirian dan pengambilan keputusan,
membangun jaringan kerja.
Lalu fasilitator juga memiliki tanggunng
jawab dalam memfasilitasi, yaitu Memilih metoda training yang tepat setelah
menentukan tujuan dri training, Fasilitator harus bisa membuat dan menyediakan
atmosphere pelatihan yang mendukung partisipan/peserta untuk dapat menikmati
aktifitasnya. Fasilitator harus memastikan bahwa partisipan tidak hanya
berkutat dengan aktifitas permainan saja, tetapi tetap mendapatkan learning
pointnya. Fasilitator mempunyai tanggung jawab untuk memastikan kejelasan dan
ketelitian dari informasi. Fasilitator juga mempunyai tanggung jawab untuk
mengarahkan kelompok dan menjaga kelompok agar tetap bergerak dan maju.
DAFTAR
PUSTAKA
http://labkomfkmuvri.blogspot.com/2011/06/fasilitator-teknik-fasilitasi.html (diakses pada 7 Mei 2015)
http://sppt-tel.blogspot.com/2010/08/keterampilan-fasilitasi.html
(diakses pada 7 Mei 2015)
http://www.smeru.or.id/report/training/menjembatani_penelitian_dan_kebijakan/untuk_cso/file/3546.pdf (diakses pada 7 Mei 2015)
http://www.smeru.or.id/report/training/menjembatani_penelitian_dan_kebijakan/untuk_cso/file/3546.pdf (diakses pada 7 Mei 2015)
makalahgood.blogspot.com/2013/10/fasilitator.html
(diakses pada 7 Mei 2015)
https://latintc.wordpress.com/teknik-fasilitasi/ (diakses pada 7 Mei 2015)
https://latintc.wordpress.com/teknik-fasilitasi/ (diakses pada 7 Mei 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar